Sejak semakin banyaknya bermunculan transportasi online yang ada di Indonesia, memang telah banyak membawa perubahan yang signifikan khususnya di sektor kehidupan sehari-hari. Misalnya saja segala aktifitas dan kebutuhan kita terkait transportasi bisa ditunjang sepenuhnya tanpa harus takut lagi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tapi terlepas dari berbagai kemudahan yang bisa dirasakan, fenomena maraknya pertumbuhan transportasi berbasis online saat ini ternyata masih dirundung dilema dan problematika tersendiri.
Di akhir bulan Maret 2016 lalu, pemerintah telah memberlakukan masa transisi sampai tanggal 31 Mei 2016 untuk layanan transportasi berbasis aplikasi online. Pada saat masa transisi tersebut berjalan, setiap perusahaan aplikasi seperti halnya UBER, GrabCar dan GO-CAR diharuskan untuk menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan transportasi yang sah dan telah mempunyai badan hukum tetap, serta dilarang untuk merekrut pengemudi tambahan.
Peraturan yang Ditunggu-Tunggu
Ketika masa transisi tersebut ternyata digunakan oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk menyusun sebuah Peraturan Menteri (PerMen) yang mengatur transportasi berbasis #aplikasi online. Walaupun sejatinya baru dirilis kemarin Rabu (20/4/2016), PerMen bernomor 32 tahun 2016 ini sebenarnya telah ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2016 lalu, dan mulai diundang-undangkan pada tanggal 1 April 2016.
Seperti telah diketahui bersama, transportasi berupa mobil yang bisa dipesan melalui aplikasi secara online telah mulai resmi beroperasi di beberapa kota besar di Indonesia antara lain seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan yang lainnya.
Artikel lain: Akan Segera Diblokir, Inilah Daftar Kesalahan Uber dan Grab Menurut Kementrian Perhubungan
Apabila sebelumnya penyelenggaraan mengenai angkutan umum itu telah diatur dengan KM 35 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang di jalan dengan kendaraan umum, maka dengan adanya PerMen baru tersebut secara otomatis akan mencabut aturan yang lama. Tapi PerMen ini baru akan diberlakukan mulai 1 September 2016 atau sekitar 6 bulan lagi dari sekarang.
Peraturan tersebut banyak mencantumkan aturan-aturan yang telah terdengar dan dikenal sebelumnya, misalnya seperti keharusan untuk berbadan hukum, melakukan uji kelayakan dan kewajiban pengemudi untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum.
Meskipun demikian ada beberapa hal baru yang layak dicermati dan telah ditetapkan pada peraturan ini, untuk mengetahui lebih jelasnya lagi simak ulasannya berikut ini.
1. Penggunaan Aplikasi Pemesanaan Telah Disetujui
Seperti telah tertuang dalam Pasal 40, pemerintah memberikan izin bagi perusahaan angkutan umum untuk menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi dalam memudahkan pemesanan pelayanan jasa angkutan orang tidak dalam trayek. Kondisi tersebut berarti, aplikasi seperti Go-Jek, Grab, maupun Uber tidak melanggar peraturan. Selain daripada itu, pemerintah juga memberikan izin pada setiap perusahaan angkutan umum untuk menggunakan mekanisme sistem pembayaran secara tunai maupun melalui aplikasi secara online.
2. Tanda Khusus Berupa Stiker Pada Plat Kendaraan
Selanjutnya tertuang dalam Pasal 18 Peraturan Menteri tersebut, juga menyebutkan bahwa setiap transportasi berbasis aplikasi diperbolehkan untuk menggunakan plat hitam, namun harus memiliki kode khusus di plat tersebut. Pada pasal yang sama pula disebutkan kalau setiap kendaraan yang akan digunakan tersebut haruslah mempunyai tanda khusus berupa stiker, dan juga memasang nomor telepon pengaduan di dalam kendaraan. Kondisi ini pun sama dengan saran dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada bulan Maret lalu.
3. Perusahaan Harus Memiliki Badan Hukum Tetap
Berikutnya dalam pasal 42, juga disebutkan bahwa setiap perusahaan maupun penyedia aplikasi wajib yang memiliki usaha di bidang penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek harus mengikuti ketentuan di bidang perusahaan angkutan umum atau sesuai dengan pasal 21, 22, dan 23. Di antaranya ialah telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek, dan juga memiliki badan hukum Indonesia dalam bentuk BUMN, BUMD, perseroan terbatas atau koperasi.
4. Memiliki Jumlah Minimal Kendaraan dan STNK Atas Nama Perusahaan
Kembali lagi pada Pasal 18, Menteri Perhubungan mewajibkan Surat Tanda Nomor Kendaraan atau STNK dari setiap kendaraan yang tergabung dengan UBER, GrabCar dan Go-Car haruslah tercatat atas nama perusahaannya masing-masing, bukan atas nama perseorangan. Nantinya hal ini kemungkinan akan memicu kontroversi karena banyak kendaraan yang digunakan oleh aplikasi tersebut merupakan hak milik pribadi.
Selain itu pada pasal 23 menyebutkan bahwa setiap perusahaan angkutan umum harus memiliki paling sedikit 5 kendaraan, dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan. Tidak hanya itu saja, perusahaan juga harus memiliki pool dan bengkel serta memperkerjakan pengemudi yang telah memiliki SIM.
5. Perusahaan Tidak Diperbolehkan Menentukan Tarif
Hal lainnya yang diatur dalam PerMen ini adalah setiap perusahaan penyedia aplikasi tidak boleh bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum. Maka secara otomatis, setiap perusahaan penyedia aplikasi dilarang untuk menetapkan tarif, memungut bayaran, serta menentukan besaran penghasilan bagi pengemudi.
Baca juga: Terapkan Metode Crowdsourcing, Inilah Kekuatan Bisnis Layanan Pesan Ojek Online
6. Sistem Pembayaran Sesuai dengan UU ITE
PerMen tersebut juga telah mengatur, tata cara penggunaan aplikasi berbasis teknologi informasi dimulai dari pembayaran dan secara keseluruhan, wajib mengikuti ketentuan di bidang informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
7. Perusahaan Wajib Menyediakan Akses Monitoring Pelayanan
Seperti kebanyakan kendaraan umum lainnya, perusahaan penyedia aplikasi juga diwajibkan untuk memberikan akses monitoring pelayanan. Beberapa hal yang harus disediakan diantaranya seperti data semua perusahaan angkutan umum yang bekerja sama, data kendaraan dan pengemudi, alamat, serta mencantumkan nomor telepon kantor dari masing-masing perusahaan.
Jika bergabung dengan Grapcar online nantinya jadi milik siapa, kalau STNK nya atas nama Koperasi.