Menguak Potensi Industri Ride Sharing Di Indonesia

Advertisement-Scroll to Continue
Image dari Go-jek.com
Image dari Go-jek.com

Sudah mencoba praktisnya layanan Gojek atau Grabbike yang sedang ngetren beberapa waktu belakangan ini?

Jakarta dan sejumlah kota besar lainnya di Indonesia memang menjadi kota yang potensial bagi perkembangan sejumlah bisnis. Berbagai permasalahan yang menuntut untuk dicari jalan keluarnya seakan bisa jadi celah bisnis bagi mereka yang mampu memanfaatkan peluang emas tersebut.

Sebenarnya potensi ride sharing di Indonesia khususnya kota-kota besar memang sangat menjanjikan. Namun bagaimana potensi tersebut bisa diwujudkan dengan baik sebagai salah satu solusi kemacetan sekaligus sumber penghasilan yang menggiurkan?

Mengenal Istilah Ride Sharing

Istilah ride sharing mungkin masih terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsep ride sharing secara mudah bisa diartikan sebagai aktivitas “nebeng”. Kendaraan yang digunakan untuk bisnis ride sharing memang cukup bervariasi mulai dari kendaraan bermotor roda dua dan empat atau sepeda.

Perpaduan konsep ride sharingyang dilengkapi dengan #teknologi real time membuat banyak orang yang mencobanya jadi ketagihan untuk menggunakan layanan ini. Siapa sih yang tak ingin duduk manis sampai ke tujuan tanpa harus kelelahan karena menyetir dalam waktu yang lama. Solusi inilah yang tengah dilirik dan dijalankan oleh sejumlah startup di Indonesia seperti Gojek.

Selain Gojek, masih ada beberapa #startup populer lainnya seperti Uber, HandyMantis, Easy Taxi dan Antar.id.

Artikel lain: Go-Jek, Startup Panggilan Ojek Yang Kini Bisa Dipesan Dari Smartphone

Mempelajari Kesuksesan Ride Sharing dari Negara Lain

Filipina dan China rupanya menjadi dua negara di kawasan Asia yang dikenal cukup berhasil dalam memberlakukan sistem ride sharing. Awalnya bisnis GrabCar yang dirintis di Filipina memang mendapatkan tantangan yang besar dari Filipina. Sebab layanan seperti ini tentu dianggap berlawanan dengan keinginan pemerintah yang gencar menghimbau penggunaan mode transportasi umum.

Namun rupanya GrabCar berhasil memperoleh izin dari pemerintah dengan 3 persyarata ketat yakni usia kendaraan kurang dari 7 tahun, penggunaan GPS pada kendaraan ride sharing serta seleksi dan sertifikat keamanan dari pihak departemen transportasi pemerintah.

Lain halnya dengan strategi yang dilakukan oleh GrabCar di Filipina, layanan Didi Kuadi di China menerapkan strategi yang tak kalah unik dan efisien. Didi Kuadi kala itu menggandeng pemerintah saat melaksanakan proses peluncuran produk. Kontrol pemerintahan yang sangat ketat membuat Didi Kuadi berupaya untuk berhati-hati dalam menjalani bisnis ride sharing.

Kendala yang Dihadapi Ride Sharing Di Indonesia

Antusiasme masyarakat dalam menyambut bisnis berkonsep ride sharing memang terbilang cukup besar. Tak sedikit masyarakat yang merasa terbantu dengan kehadiran ride sharing yang menjadi alternatif dalam menghadapi kemacetan yang kian merajalela.

Tetapi keberhasilan tersebut tidak selalu diiringi dengan kisah manis dalam mengembangkan konsep ride sharing. Bukan mustahil kalau nanti pemerintah akan mengeluarkan larangan keras terkait dengan perkembangan ride sharing di kota-kota besar Indonesia. Karena hal ini juga pernah terjadi pada layanan Uber di Perancis hingga bisnis ride sharing di negara tersebut terpaksa dihentikan.

Masalah lain yang tak kalah serius bagi pelaku industri ride sharing adalah rasa sentimen yang diperlihatkan oleh sejumlah pelaku bisnis transportasi dengan model konvensional. Bukan tak mungkin para pelaku bisnis transportasi konvensional seperti perusahaan taksi atau tukang ojek di pangkalan akan menyudutkan keberadaan para pengemudi ride sharing yang sedang bertugas di jalan raya. Permasalahan ini tentu bisa timbul karena adanya kesenjangan pendapatan dan minat masyarakat yang lambat laun cenderung mengarah pada bisnis ride sharing.

Baca juga: Wheel Line, Startup Transportasi Jakarta Berkonsep Personal Courier

Jalinan relasi yang baik antara pemerintah, penyedia jasa transportasi konvensional dan pelaku ride sharing akan menghasilkan regulasi yang menjaga kepentingan masing-masing pihak. Tentunya Indonesia harus banyak belajar dari sejumlah negara yang sukses memberlakukan aturan ride sharing yang melindungi kepentingan mode transportasi lainnya. Di sisi lain, peningkatan layanan transportasi umum massal (seperti busway dan kereta api) juga harus ditingkatkan supaya tidak ditinggalkan oleh para pengguna setianya di kemudian hari.

Salah satu hal yang jadi fokus utama adalah mengatasi masalah kemacetan di kota-kota besar. Agar nantinya para pengguna jasa ride sharing maupun transportasi umum sama-sama bisa merasakan kondisi jalan raya yang aman dan lancar setiap hari.

Advertisement
M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

1 thought on “Menguak Potensi Industri Ride Sharing Di Indonesia”

  1. Menurut saya sebagai pengguna ride sharing lebih efektif, mudah dan cepat pelayannya dibanding yang konvensonal yang kadang malah membuat risih, dan yang lebih utama adalah menekan kondisi kemcetan di kota besar. Namun yang terjadi malah konflik antar pelaku usaha transportasi, lgagi lagi dalam hal ini pemerintah yang harus memberikan solusi yang adil.

    Reply

Leave a Comment