Eugene Cho ~ Menebar Misi Peduli Sesama Dengan Tindakan Nyata

Advertisement - Scroll to Continue
Image dari Kenwytsma.com
Image dari Kenwytsma.com

Banyak dari kita yang sering kali tidak menghargai arti kenikmatan yang sudah kita miliki. Padahal ketika kita mau melihat ke bawah, masih banyak sekali saudara kita yang harus menjalani hidup yang jauh lebih keras dan sulit.

Nilai kehidupan tersebut jugalah yang akhirnya menggerakkan hati seorang pria sederhana bernama Eugene Cho untuk mengabdikan sebagian besar hidupnya untuk berbagi dengan sesama. Pengusaha asal Kota Seattle, Washington tersebut kini menjadi salah satu pelopor organisasi sosial dan kemanusiaan di bawah yayasan amal One Day’s Wages yang ia dirikan.

Bahkan untuk memulai yayasan yang kini telah mendunia tersebut ia rela melakukan penghematan total selama 3 tahun hingga memperoleh dana sebesar $68,000 sebagai modal awal berdirinya One Day’s Wages. Lebih dalam tentang misi One Day’s Wages beserta perjuangan Eugene Cho, telah kami rangkum dalam artikel di bawah ini.

Termotivasi Kondisi Guru di Pedalaman Myanmar

Salah satu titik balik terbesar dalam hidup Eugene Cho terjadi pada tahun 2006 disaat ia mengunjungi negara Myanmar. Kala itu pria yang memang sudah erat dengan dunia sosial tersebut sempat pergi ke salah satu sekolah darurat yang ada di hutan di kawasan Myanmar. Betapa terkejutnya ia menemukan fakta bahwa gaji guru sekolah tersebut hanya sebesar $ 40 saja. Angka tersebut bukan untuk per 1 jam, bukan untuk per 1 minggu atau pun per 1 bulan, namun $40 untuk 1 tahun mengajar!

Dapatkah dibayangkan, bagaimana para guru itu bisa bertahan hidup dengan gaji yang sangat minim tersebut. Namun pada kenyataannya mereka bisa! Dan inilah yang menginspirasi Eugene tentang arti bersyukur dan menghargai apa yang telah kita dapatkan.

Artikel lain: Tahukah Anda, Bill Gates Jadi Dermawan Karena Sosok Ibunda

Sepulangnya ke tanah Paman Sam, ia akhrinya membulatkan tekat untuk membangun sebuah organisasi sosial yang mengusung misi untuk mengajak orang lain lebih bersyukur dan menghargai nikmat dari Tuhan dengan cara saling berbagi. Inilah cikal bakal lahirnya organisasi One Day’s Wages.

3 Tahun Kencangkan Ikat Pinggang

Setelah menyusun konsep, nama One Day’s Wages dipilih sebagai identitas organisasi sosial yang akan didirikan tersebut. Alasannya sangat sederhana, yakni organisasi ini ingin mengajak semua orang untuk memandang betapa berharganya satu hari gaji mereka, yang mungkin untuk sebagian orang kecil namun ternyata bisa sangat berharga bagi jutaan orang lain di luar sana.

Setelah menentukan nama, pada tahun 2009 mulailah Eugene Cho menghimpun dana sebagai modal operasional One Day’s Wages. Di sinilah loyalitas dan kesungguhan hati seorang Eugene di uji, merelakan 1 tahun gaji plus harus berhemat selama tiga tahun dilakukannya beserta keluarga.

Selama 3 tahun, pria yang juga seorang kepala pastur di Quest Church Seattle tersebut bersama istri dan 3 anaknya harus mengencangkan ikat pinggang demi mengumpulkan dana. Mereka menjalankan gaya hidup sangat sederhana bahkan hingga menjual barang-barang yang sekiranya belum terlalu penting, demi misi penghematan tersebut. Dan hasilnya, dana sebesar $68,000 atau setara dengan hampir 1 Miliar (kurs saat ini) berhasil terkumpul dan siap digunakan untuk membangun One Day’s Wages.

Setelah lebih dari 5 tahun berkembang, kini One Day’s Wages telah tumbuh sebagai salah satu pergerakan akar rumput dengan misi sosial dan pengentasan kemiskinan yang terbesar di dunia. Tak kurang dari 44 negera telah menjadi jaringan One Day’s Wages dengan total dana operasional bantuan sebesar $2,9 juta yang didapatkan dari donatur maupun event amal yang diselenggarakan.

Permasalahan Terbesar di Dunia Menurut Eugene

Dalam sebuah wawancara tertulis, Eugene Cho sempat mendapatkan pertanyaan tentang apakah sebenarnya permasalahan terbesar yang sedang dihadapi manusia di dunia saat ini dan bagaimana solusi untuk masalah tersebut.

Eugene menjawab, masalah sosial yang paling urgent adalah besarnya rasa saling benci, ketakutan, diskriminasi serat ketidak pedulian. Namun sebenarnya sumber masalahnya adalah kita tidak benar-benar tahu apa yang kita takutkan, kita tidak benar-benar tahu seperti apa mereka (orang, kelompok, kepercayaan) yang kita benci selama ini. Ini semua karena kita terlalu takut untuk mencari tahu kesungguhannya.

Satu saran yang sangat inspiratif dari Eugene adalah, ketika Anda mempunyai orang atau kelompok yang dibenci, Eugene menantang kita untuk memberanikan diri duduk satu meja, mungkin makan bersama dan saling bertanya apa sebenarnya yang menjadi masalah di antara kita dan mereka. Ketika kita bisa mulai bicara dari hati ke hati, maka gerbang menuju saling pengertian pun akan terbuka lebih lebar.

Baca juga: 10 Hartawan Bidang Teknologi Yang Dikenal Paling Dermawan

Saat ini Eugene Cho masih aktif sebagai penguruh organisasi One Day’s Wages sembari juga mengelola Q Café yang merupakan café nirlaba dengan tujuan memberikan makanan gratis bagi tunawisma dan orang-orang yang membutuhkan.

Sekali lagi kita bisa memetik pelajaran dari seorang pria sederhana yang memilih tindakan nyata untuk membantu sesama. Dan Eugene Cho mungkin hanya satu di antara mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan sosial. Dan bagi diri kita sendiri, sudah saatnya kita lebih bersyukur, menghargai rejeki serta mau menjalankan tindak nyata untuk sesama meski dalam hal yang paling sederhana. Get Inspired!

Advertisement
M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

Leave a Comment