Inspirasi Bisnis Dari Tukang Sayur Keliling, Profesi Yang Dianggap Remeh

Ilustrasi dari baltyra.com
Ilustrasi dari baltyra.com

Tukang sayur keliling, kebanyakan dari kita (apalagi yang tinggal di komplek perumahan) pasti pernah mendengar suara panggilan mereka, “Sayuuuur…. Sayur Bu….” begitu khas teriakan mereka. Dulu, waktu saya masih bekerja kantoran dan masih tinggal bersama orang tua, suara teriakan ini adalah salah satu suara yang hampir setiap pagi saya dengarkan. Suaranya mengalahkan indahnya suara kicauan burung di pagi hari. Kadang-kadang saya sampai merasa jengkel dibuatnya, apalagi kalau si tukang sayur pas di depan rumah, suaranya lumayan keras lho. Walaupun begitu mama saya dan para tetangga selalu menantikan si mba tukang sayur, karena memang lokasi pasar cukup jauh dari perumahan di mana kami tinggal.

Tidak sekali dua-kali, hampir setiap libur kerja saya disuruh belanja oleh ‘nyokaf’ tersayang, dan sebagai anak yang baik hati dan tidak sombong tentu saya bersedia. Tapi sebenarnya saya paling malas kalau disuruh belanja, selain karena saya merasa bahwa belanja sayur itu “ga gue banget”, si mba tukang sayur ini suka sekali bicara panjang lebar dan bercerita tentang kisah-kisahnya, ditambah lagi ibu-ibu tetangga selalu ramai mendengar ceritanya. Anda sudah kebayang kan gimana perasaan saya sebagai satu-satunya pria, masih muda dan lucu, berada di sekeliling ibu-ibu yang sedang berbelanja dengan pandangan yang “mengamati” ke arah saya. Di situ kadang ‘sisi feminim’ saya muncul (semua pria pasti punya), dan saya merasa ini sesuatu yang horor.

Kisah nyata ini terjadi di tahun 2009 silam. Pada hari itu si tukang sayur lewat lagi di depan rumah saya sambil memanggil para customer dengan suara khasnya. Berhubung karena mama saya lagi keluar rumah dan saya sedang off kerja, akhirnya saya disuruh untuk berbelanja hari itu. Beruntung hari itu para ibu tetangga belum banyak, jadi saya pikir akan bisa cepat-cepat menyelesaikan tugas untuk berbelanja kali ini. Itu yang saya harapkan!

Harapan itu buyar ketika si mba tukang sayur ini (sebut saja Bunga) mulai bercerita tentang kegiatannya sehari-hari. Haduh… dia mulai deh! Tapi anehnya kali ini ketika dia bercerita, saya tidak bosan mendengarnya bahkan tertarik untuk menggali informasi lebih banyak. Ini fenomena yang tidak bisa saya jelaskan sampai hari ini. Dia bercerita tentang awal memulai usaha jualan sayur, tentang modalnya yang harus meminjam ke teman, tentang jadwal bangun dan belanja yang pagi-pagi sekali, tentang lokasi tempat di mana saja dia berjualan, dan lain-lain.

Saya merasa terenyuh, terharu, dan ingin mendengar ceritanya lebih banyak. Saat itu saya berpikir, mungkin dengan mendengar kisahnya, dia akan merasa lebih tegar menghadapi kehidupan yang keras ini (ane lebay ga sih). Bunga masih terlihat begitu muda, tapi dia harus membanting tulang bekerja berjualan sayur dengan baju yang terlihat dekil dan kusam, dengan sendal jepit yang terlihat usang, dengan tangan yang kotor, plus bau ikan yang amis, demi mencari sesuap nasi. Tidak terasa saya belanja sayur saja sudah menghabiskan waktu 30 menit, dan mungkin akan lebih lama lagi jika saja waktu itu Bunga tidak menyebutkan angka penghasilannya per bulan.

Dari pembicaraan yang hanya 30 menit bersama Bunga, saya banyak sekali belajar hal penting tentang kehidupan dan tentang dunia usaha yang selama ini saya tidak mengerti. Bukan hanya tentang pelajaran hidup, wanita muda inilah yang menginspirasi dan memotivasi saya untuk segera memiliki usaha sendiri. Dari sekian banyak pelajaran hidup yang Bunga berikan, setidaknya ada beberapa poin yang menurut saya paling penting dan menginspirasi saya.

1. Hidup Itu Harus Terus Belajar dan Bekerja/ Berusaha

Pelajaran hidup pertama yang saya dapatkan dari Bunga adalah tentang kerja keras dan keinginan untuk terus belajar. Bunga bercerita bahwa dia berasal dari keluarga yang ekonominya pas-pasan. Dia memaksakan diri berangkat ke Jakarta dengan harapan bahwa di kota Metropolitan ini bisa memberikan harapan yang lebih baik.

Setahun pertamanya di Jakarta, Bunga bekerja sebagai tukang cuci pakaian harian yang gajinya selalu habis untuk biaya hidup sehari-hari. Kemudian Bunga diangkat menjadi pembantu rumah tangga oleh seorang yang kaya dan baik hati di sebuah komplek perumahan. Bekerja setahun sebagai pembantu membuatnya mengenal banyak orang, termasuk seorang ibu tukang sayur yang kemudian menjadi ‘GURU-nya’ pertamakali di dunia bisnis…walaupun cuma jualan sayur, sebut saja nama guru ini Melati. Bunga sering belajar diam-diam ke Melati tentang bagaimana cara memulai usaha jualan sayur. Dan untungnya Melati memiliki jiwa pengajar yang baik, dia sadar bahwa ilmu bisnis sayurnya tidak akan dibawa mati.

Dua tahun menjadi pembantu rumah tangga, akhirnya Bunga memutuskan untuk berhenti dan mulai mencoba berjualan sayur di komplek-komplek perumahan. Awal-awal berjualan sayur, hasil penjualannya tidak bagus. Bahkan tidak jarang dia harus menjual murah dan mengambil untung sangat kecil agar dagangannya laku. Dengan untung yang sangat kecil, apakah Bunga menyerah? Tidak, dia tetap berjualan sayur, tapi mulai melakukan inovasi-inovasi kecil dalam strategi pemasarannya.

2. Komunikasi Dengan Pelanggan Adalah Sesuatu Yang Krusial

Bunga belajar bahwa perumahan tempat dia berjualan sayur pelanggannya adalah ibu-ibu rumah tangga, bukan pembantu rumah tangga seperti di komplek perumahan saat dia bekerja sebagai PRT dulu. Jadi, cara berkomunikasinya pasti berbeda.

Menurut Bunga, kalau yang belanja adalah PRT (pembantu rumah tangga) biasanya mereka berbicara dengan bahasa daerah, dan biasanya PRT senang sekali bergosip. Walaupun hanya belanja bawang merah 2 siung, PRT bisa berlama-lama bergosip ke sesama PRT, dan tukang sayur ini seperti sebuah media tempat para PRT itu bertemu.

Berbeda dengan ibu-ibu di komplek perumahan tempat saya tinggal. Memang rata-rata keluarga di komplek perumahan tempat saya tinggal tidak punya PRT, jadi ibu-ibu atau anak mereka yang berbelanja sendiri. Menurut Bunga, ibu-ibu ini lebih elegan sewaktu berkomunikasi, bicara seperlunya saja, dan rata-rata menggunakan bahasa Indonesia yang baik.

Bunga selalu mengambil inisiatif sebagai orang yang banyak bicara dan bercerita. Banyak ibu-ibu yang senang berbicara dengannya, dan sepertinya mereka selalu tersentuh dengan kisah-kisah Bunga yang memang inspiratif. Saya tidak tahu bagaimana Bunga memulai kisah-kisah inspiratifnya itu, tapi saya menduga ini adalah salah satu strategi marketing bisnis sayurnya si Bunga. Selain untuk menjalin hubungan baik dengan pelanggan, hobi Bunga yang suka cerita menjadi tersalurkan.

Artikel lain: 6 Tips Menjadi Pebisnis Yang Pandai ‘Bercerita’ (Storytelling)

3. Pintar Membagi Waktu Adalah Hal Penting Dalam Berbisnis

Jangan dikira menjadi pedagang sayur bisa dilakukan dengan sesuka hati, perlu manajemen waktu juga ternyata. Menurut Bunga, para pedagang sayur keliling harus bisa mengatur waktu dengan baik. Waktu berbelanja dari pasar dan waktu berjualan di komplek perumahan itu harus diatur dengan baik agar bisa mendapatkan keuntungan lebih besar.

Para penjual sayur keliling biasanya berbelanja di pasar tradisional waktu masih subuh. Di saat saya, Anda, dan ordinary people lainnya masih lelap dalam mimpi indah, para pedagang sayur keliling ini sudah sibuk menjelajahi pasar tradisional untuk membeli berbagai jenis bahan makanan untuk dijual kembali. Mulai dari sayuran, ikan, bawang, tempe, dan lain-lain, pokoknya bahan makanan yang sering dicari para ibu rumah tangga.

Bila Bunga terlambat berbelanja ke pasar, dia tidak akan mendapatkan barang yang bagus untuk dijual. Dan biasanya pelanggan ibu-ibu komplek perumahan enggan untuk membeli barang/ bahan makanan yang kurang bagus, kalaupun dibeli mungkin karena merasa kasihan pada Bunga atau karena harganya jauh lebih murah. Jadi, kemampuan membagi waktu dengan baik sudah menjadi hal yang wajib bagi bisnis sayur si Bunga.

4. Kerja Keras Tidak Akan Pernah Sia-Sia

Mungkin pelajaran hidup tentang kerja keras sudah sering kita baca dan dengar dari berbagai seminar kewirausahaan, ataupun dari inspirator kehidupan seperti Mario Teguh. Tapi saya benar-benar belajar hal ini dari seorang wanita muda penjual sayur yang katanya SMA pun tidak lulus. Sangat mengharukan jiwa dan raga (maaf, untuk yang satu ini saya harus lebay).

Kerja kerasnya selama bertahun-tahun hidup di Jakarta, mulai dari tukang cuci pakaian harian, menjadi pembantu rumah tangga, hingga menjadi seorang pengusaha (walaupun penjual sayur keliling) adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Semua kerja kerasnya akhirnya berbuah manis, dia memiliki usaha sendiri yang bisa memberikan penghasilan yang cukup baik, bahkan untuk standar orang Jakarta yang kebutuhan hidupnya banyak.

Yang membuat kerja kerasnya itu semakin indah adalah karena Bunga melakukannya dengan hati yang gembira, dia sangat menikmati profesinya sebagai penjual sayur keliling. Dia tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Bahkan menurut Bunga, rutinitasnya berjualan sayur dengan berjalan kaki mengelilingi komplek perumahan membuatnya lebih sehat karena dia bisa berbisnis sambil berolah raga, Super Sekali (kata Mario Teguh).

5. Berbisnis Itu Uangnya Banyak

Ada momen di mana saya merasa sangat kasihan pada Bunga, yaitu pada saat dia bercerita tentang awal dia memulai kehidupannya di Jakarta. Hidupnya begitu susah, mencari kerja sangat sulit, seringkali hanya makan sekali sehari, bahkan kadang terpaksa harus banyak minum supaya mengisi perutnya yang ‘keroncongan’. Dia tidak berharap bisa tidur di kasur yang empuk, kertas kardus bekas yang ditumpuk adalah alas tidurnya di dalam rumah kontrakan yang menurutnya tidak layak disebut rumah. Sambil melihat langit, Bunga menghela napas panjang dari hidungnya yang mungil mengingat masa lalunya (macam cerita novel ga sih).

Tapi itu dulu. Sekarang ini kehidupan Bunga jauh lebih baik dibandingkan dulu. Menurut Bunga, berdagang sayuran adalah salah satu profesi yang bisa menghasilkan banyak uang. Sejak bisnis sayurnya berjalan dengan baik, Bunga bisa menyewa rumah kontrakan yang jauh lebih layak. Dia tidak pernah lagi kelaparan, bahkan Bunga sering memberikan makanan kepada ibu pengemis tua yang kebetulan ada di seberang jalan dekat rumah kontrakannya.

Seperti yang saya sebutkan di atas, yang membuat saya berhenti ngobrol dengan Bunga adalah saat dia menyebutkan angka penghasilannya per bulan dari berjualan sayur. “Mba, emang bisa dapat untung berapa per bulan dari berjualan sayur keliling? Ngga capek ya mba muter-muter komplek tiap hari?” tanya saya. Bunga menjawab dengan santai “Ya ga capek mas, sudah biasa jalan. Keuntungan saya bisa dapat Rp 30 juta – Rp 40 juta per bulan mas… tapi kalau lagi jelek dapatnya hanya Rp 15 juta – Rp 20 juta sebulan”.

JLEB…jawaban Bunga tentang keuntungan bisnis sayurnya serasa menampar pipi ku yang kurus ini. Eh ini salah ya, jleb itu harusnya menusuk ya bukan menampar, kalo menampar harusnya PLAK. Tapi mohon untuk tidak berdebat dengan saya tentang penggunaan kata jleb dan plak, karena jawaban Bunga tentang keuntungannya dari bisnis sayur nya sudah cukup menyayat hati saya. Sesaat, batin saya sempat seperti tidak terima dengan jawaban Bunga. Masa sih penghasilannya segitu?

Bagaimana mungkin wanita muda penjual sayur yang tak lulus SMA, yang wajahnya tampak kumal dengan sandal jepit swallow-nya yang usang dan sempat saya kasihani ini punya penghasilan berkali-kali lipat lebih besar dari gaji saya. Sebagai catatan, gaji saya waktu itu adalah Rp 3 juta per bulan, dan menurut beberapa teman saya gaji segitu sudah cukup besar untuk ukuran seorang pria yang masih single, muda dan lucu seperti saya.

Terus terang saat itu saya tidak jadi kasihan pada Bunga, justru saya merasa sedikit minder mendengar kisah perjalanan bisnis sayurnya yang penuh liku-liku. Dan ternyata penghasilannya dari profesi yang dianggap remeh banyak orang itu jauh lebih besar dari gaji bulanan saya. Percakapan saya dengan Bunga berakhir di sana, setelah membayar barang yang saya beli, saya langsung masuk ke rumah membawa seikat sayur, sebungkus tahu tempe, dan beberapa bumbu dapur, disertai perasaan berkecamuk di dalam hati. Pelajaran hidup dan inspirasi bisnis dari tukang sayur ini sangat berarti dan menginspirasi saya untuk segera punya usaha sendiri, HARUS!

Maxmanroe

A Blogger, YouTuber, and Trader. Start getting to know Online Business since 2012 and continue to learn about internet business until now. Currently active as a content writer at Maxmanroe.com.

18 thoughts on “Inspirasi Bisnis Dari Tukang Sayur Keliling, Profesi Yang Dianggap Remeh”

  1. Seandainya petani selaku soko guru sang penghasil utama juga bisa menikmati keuntungan spt itu..akan lebih keren kalinya ..Bunga jadi membantu petani sekali he he he

    Reply
  2. jadi termotivasi dengan artikel tukang sayur ini, semoga juga bisa menginspirasi teman-teman yang lain..

    Reply
  3. Saya malu mas, masih sering mengeluh untuk terus berusaha, kadang gak habis fikir besok saya mau jadi apa, thanks mas max, share artikel beginian terus donk, biar motivasinya juga update hehe

    Reply
  4. selamat siang sebelumnya,, perkenalkkan nama saya nia,saya sebagai tukang sayur juga merasakan apa yg dirasakan mbak bunga dia atas,mulai dari susah senangnya menjadi tukang sayur..saya berjualan sayur semenjak saya berada di bangku SMP,hingga sekarang saya melanjutkan ke S2,, memang profesi tukang sayur adalah profesi yg bisa d bilang adalah profesi yang dianggap sebelah mata,,,padahal semua profesi sama saja menurut saya,, saya baca pengalaman mbak bunga seperti saya membayangkan keseharian saya sendiri,, :D

    Reply
  5. Artikelnya sangat inspiratif mas Max. Kalau mau berusaha dan mau kerja keras pasti berhasil. Tapi ngomong-ngomong, kenapa sih artikel di blog Maxmanroe ini artikelnya panjang-panjang?

    Reply
  6. Saya sangat takjub dengan mas max, situsnya benar benar maxxxx hehe. Ya banyak cara dari Allah untuk mencari rejeki. Ya siapa tau jualan sayur online. olshop sayur segarrrrr.

    Saya mau request bisnis apa ya yang cocok untuk pelajar kelas 2 SMK ? :) thanks.

    Reply
  7. kisahnya sangat inspiratif sekali, pantas untuk dijadikan novel dengan judul “air mata bunga mata air” (maksudnya air mata bunga itu adalah mata air kehidupannya, gitu!!!) nggak ngerti!!!!

    Reply
  8. jangan meremehkan tukang sayur pastinya :D
    apapun jenis usahanya kalo berusaha dengan baik dan banyak peluang disitu kenapa tidak.

    Reply
  9. Ayah sy sdh hampir 20 thn berwiraswasta dan menurut sy itu merupakan hal yg luar biasa, tp mmng pndangn orang berbeda” tpi itu hal yg wajar, mngkn krn mreka tdk mngalami.

    Reply
    • Betul, pandangan orang memang berbeda-beda pada tiap profesi. Dulu waktu saya masih kerja kantoran, saya menganggap profesi tukang sayur itu adalah profesi yang buruk, padahal kalau bicara tentang uang, dan kemandirian, para pengusaha kecil-kecilan itu masih jauh lebih baik dari saya.

      Reply
  10. Wah….benar2 ya…dulu teman saya juga ada jual sayur keliling pake motor, untung bersih per hari minimal 300ribu, jika sedang ramai bisa 1 jt perhari. tapi benar memang profesi ini dianggap remeh bang, maklum pakaiannya nggak rapi, pakaiannya lusuh….tapi hasilnya itu lho….gede baget

    Akan tetapi teman saya lebih memilih kerja kantoran sekarang, dengan gaji 4 jutaan perbulan, namun lebih terpandang katanya…

    Mantap

    Reply
    • Mungkin temannya lebih mementingkan practice yang bisa diberikan kerja kantoran. Dulu saya juga begitu, tapi sejak merintis usaha sendiri, saya merasakan langsung bedanya antara seseorang yang memiliki usaha sendiri dengan mereka yang masih bekerja pada orang lain. Tapi bagaimanapun juga, itu kembali kepada masing-masing orang… profesi seperti apa yang paling membuat dia merasa lebih baik. Pada intinya, semua orang yang bekerja untuk diri sendiri dan orang lain dan tidak merugikan pihak manapun, adalah sesuatu yang baik, apapun profesinya.

      Reply

Leave a Comment