OpenBTS vs Project Loon ~ Tujuan Sama, Sayang Beda Nasibnya

Advertisement - Scroll to Continue
Image dari Selular.id
Image dari Selular.id

Beberapa waktu lalu, kabar bahwa Google segera mengaktifkan proyek jaringan internet Project Loon miliknya sudah menjadi headline di berbagai media di Indonesia. Digandeng pemerintah serta tiga perusahaan operator telekomunikasi besar di Indonesia, tak sedikit suara sanjungan dan harapan besar bahwa teknologi milik #Google tersebut bisa menjadi angin segar paceklik akses internet berkualitas bagi masyarakat di kawasan terpencil di Indonesia.

Namun tahukah rekan-rekan bahwa sebenarnya putra asli Indonesia sudah ada yang pernah mengembangkan teknologi dengan tujuan serupa? Dengan nama OpenBTS, fungsi dari teknologi terapan tersebut adalah menjadi pengganti BTS konvensional yang lebih mudah diterapkan di daerah minim infrastruktur pendukung seperti daerah timur Indonesia. Lalu apa kabarnya teknologi OpeBTS saat ini?

Kurang Mendapat Perhatian Pemerintah

Sekilas tentang teknologi OpenBTS atau Open Base Transceiver Station, pertama kali diperkenalkan oleh penggiat teknologi Indonesia Onno W Purbo. Pada artikel terdahulu, kita juga sudah membahas tentang beliau yang terkenal juga sebagai salah satu pelopor perkembangan #internet di tanah air.

Secara sederhana, OpenBTS adalah teknologi dengan menggunakan software open source untuk menerima sinyal GSM.  Yang membuat teknologi ini menarik adalah hanya dibutuhkan perangkat hardware yang tidak terlampau besar dan rumit untuk menggantikan fungsi BTS konvensional.

Mengenai skema, OpenBTS membutuhkan rangkaian perangkat lunak yang nantinya dipasangkan pada #komputer. Ditambah dengan antenna pengirim dan penerima sinyal seluler, maka skema tersebut sudah bisa menjalankan fungsi sebuah BTS, namun dalam skala dan jangkauan yang lebih kecil. Tidak hanya internet, BTS portabel ini juga bisa digunakan untuk komunikasi telepon dan SMS di area yang tidak terjangkau layanan operator seluler.

Artikel lain: Asyik! Tahun Depan Balon Google Loon Mulai Sambangi Indonesia

Tentang perbandingan biaya pembuatan, jika instalasi BTS konvensional menyedot dana mencapai Rp1,5 miliar per buahnya, OpenBTS hanya membutuhkan dana Rp120 juta untuk sebuah perangkat dengan daya jangkau  5 kilometer.

Sudah Diujicobakan di Daerah Terpencil

Menurut sang penggagas, Onno menyatakan bahwa sebelumnya proyek kerakyatan ini sebenarnya sudah coba di implementasikan di daerah terpencil di Papua. Hal tersebut juga didukung oleh Executive Director ICT Watch Donny BU yang menyatakan bahwa demo proyek OpenBTS telah dicobakan dan disaksikan oleh pihak Kemeninfo kala itu.

Waktu itu, pihak tim OpenBTS tidak meminta apapun terkait pengembangan ini. Yang diharapkan dari pemerintah adalah adanya izin untuk menggunakan frekuensi 900 MHz yang menjadi “jalur” bagi jaringan OpenBTS.

Namun nampaknya jalan panjang harus dilalui oleh tim OpenBTS Indonesia. Berbanding terbalik dengan Project Loon yang bahkan seakan “diminta” oleh 3 perusahaan besar operator seluler serta disokong penuh oleh pemerintah sebagai pemberi regulasi penggunaan frekuensi 900 MHz, proyek OpenBTS yang sudah lama diupayakan bisa segera diterapkan justru sempat dinilai illegal.

Uji Coba OpenBTS Dinilai Ilegal

Terkait hal tersebut, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), M Ridwan Effendi, menyatakan bahwa untuk menggunakan frekuensi tertentu harus melalui ijin dari pemerintah, dan untuk saat ini frekuensi 900 MHz yang digunakan oleh OpenBTS itu hanya diberikan ijin pemakaiannya kepada operator seluler yang ada saat ini. Inilah dasar penetapan bahwa program yang dilakukan oleh tim OpenBTS Indonesia adalah tindakan illegal.

“Yang jelas, open BTS itu pasti menggunakan frekuensi seluler. Lisensi frekuensinya kan kepunyaan operator yang ada sekarang. Setiap pemancaran frekuensi harus ada izinnya kecuali untuk yang class license seperti Wi-Fi dan remote control,” jelas Ridwan.

Namun kembali lagi Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny Budi Utoyo menyatakan bahwa pemerintah telah bertindak tanpa berdasar netralitas #teknologi. Pasalnya jika Project Loon diberikan akses masuk, mengapa OpenBTS tidak? Apakah karena nama besar dan jaminan teknologi tingkat tinggi lalu potensi anak bangsa sendiri di abaikan? Semoga setelah ini, pemerintah bisa merespon hal ini dengan lebih bijak.

Advertisement
M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

1 thought on “OpenBTS vs Project Loon ~ Tujuan Sama, Sayang Beda Nasibnya”

Leave a Comment