Menkominfo Putuskan Tarif Interkoneksi Turun, Berikut Pro dan Kontranya

Advertisement-Scroll to Continue
Tarif Interkoneksi
Image dari Okezone.com

Berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi, maka pemerintah pun melalui Menteri Komunikasi dan Informatika telah menetapkan bahwa tarif interkoneksi turun dengan besaran rata-rata sebesar 26 persen untuk seluruh operator seluler di Indonesia mulai tanggal 1 September 2016 nanti. Dengan demikian, nantinya akan muncul perubahan tarif untuk interkoneksi pada komunikasi telepon lintas operator (off-net) dari Rp250 menjadi Rp204 per menit.

Meski banyak permintaan yang berbeda-beda dari #operator, namun menurut Menkominfo, Rudiantara dirinya tak akan mengikuti permintaan masing-masing operator yang berbeda-beda tersebut. Nah maka dari itu untuk menyamakan tarif penurunan interkoneksi ini maka Menteri yang akrab dipanggil Chief RA ini memutuskan untuk memakai perhitungannya sendiri.

Dari sini kemudian muncul pro dan kontra dari beberapa pihak dan kalangan, berikut ulasannya.

Mendapatkan Kritikan

Dalam hal penurunan tarif interkoneksi yang akan resmi berlaku per 1 September 2016 ini Rudiantara memang tidak bisa menjelaskan secara rinci soal implementasinya. Dari sinilah kemudian muncul berbagai kritik dari berbagai pihak seperti dari pengamat, anggota dewan di Komisi I DPR RI, bahkan dari para mantan anggota komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sendiri. Misalnya kritik dari pengamat ekonomi bisnis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, yang menilai pola perhitungan ini tidaklah tepat.

Pihak lain yang mengkritik adalah Ahmad Hanafi Rais, Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang menyatakan bahwa selama ini tidak sedikit kebijakan Kominfo yang kurang adil dan tidak proposional. Lebih dari itu, Ahmad Hanafi bahkan juga menuding bahwa Menkominfo berpihak kepada kepentingan asing atau sekelompok industri.

Artikel lain: Kode Nomor Telepon Negara

Dukungan untuk Kebijakan Tarif Interkoneksi yang Baru

Meski banyak yang mengkritik ada juga yang mendukung langkah dari Menkominfo Rudiantara saat memutuskan mengubah tarif interkoneksi ini. Salah satu dukungan datang dari Bambang P Adiwiyoto, pengamat telekomunikasi yang juga merupakan mantan anggota komite BRTI periode 2006-2009. Dalam pernyataannya itu Bambang menyatakan bahwa tarif interkoneksi memang sudah seharusnya turun.

Hal ini menurutnya dikarenakan selama ini tarif yang berlaku terlalu tinggi. Dari tarif yang tinggi ini maka terjadi perpindahan surplus konsumen ke surplus produser. Bambang juga menjelaskan pada dasarnya penetapan suatu tarif ini tidak ada hubungannya dengan isu bisnis, karena tidak mempergunakan ilmu bisnis. Namun lebih dari itu penetapan tarif baru ini menggunakan ilmu ekonomi yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan biaya produksi operator.

Masih menurut Bambang perhitungan biaya telekomunikasi ini bisa menggunakan salah satu metode, yaitu historical-cost approach, forward-looking approach, atau pendekatan biaya interkoneksi. Untuk kasus di Indonesia sendiri perhitungan biaya ditetapkan dengan metode forward-looking approach. Dengan metode ini maka ada penggunaan model ekonomi – teknik yang memperhitungkan biaya elemen jaringan yang kemudian memunculkan jasa dengan mempergunakan elemen tersebut.

Upaya Mendorong Persaingan Usaha yang Sehat

Penetapan tarif interkoneksi yang baru ini pada akhirnya memang ditujukan untuk mempromosikan dan mendorong persaingan usaha yang sehat di industri telekomunikasi. Hal ini terlihat dari penetapan tarif batas atas yang memang sudah seharusnya daripada batas bawah. Dari sini nantinya masing-masing operator akan menetapkan tarif pungut berdasarkan kondisi setempat (specific location), tarif pungut tidak dapat one fits size for all.

Dan pada akhirnya nanti dengan strategi ini maka operator yang memiliki tarif interkoneksi lebih rendah akan lebih bertahan dibandingkan dengan operator lain yang memiliki tarif yang tinggi. Setelah kondisi ini nantinya penyesuaian tarif interkoneksi ini akan mampu mendukung akselerasi perekonomian secara nasional.

Baca juga: Persaingan Operator Indosat dan Telkomsel Meruncing Akibat Aksi Sindir Lewat Spanduk

Tarif Interkoneksi  Di Negara Lain

Meski demikian telah dilakukan penyesuaian tarif interkoneksi yang baru namun regulator juga masih memiliki tugas untuk menjaga agar tidak terjadi persaingan usaha yang saling mematikan.

Jika dibandingkan dengan tarif interkoneksi di beberapa negara lain maka biaya interkoneksi di Indonesia ini memang terbilang murah.

Hal ini terlihat pada negara Jepang yang memberlakukan biaya interkoneksi berkisar Rp1.447 hingga Rp2.108 per menit. Sedangkan untuk Filipina sendiri menetapkan tarif interkoneksinya sebesar Rp1.184 per menit.

Advertisement
Asep Irwan

Asep Irwan adalah content writer di Maxmanroe.com. Memiliki minat besar di dunia kepenulisan, blogging, dan media online.

Leave a Comment