advertise-scroll to continue

MEA di Depan Mata, Sudah Siapkah Kita?

MEA di Depan Mata
Image dari Isigood.com

MEA di Depan Mata – Tahun 2015 sudah hampir menutup akhir bulannya dalam beberapa hari ke depan. Menjelang pergantian tahun, umumnya akan banyak pengharapan dan juga visi menyambut tahun 2016 mendatang. Dan khusus membahas ranah ekonomi, salah satu kejadian akhir tahun yang tentunya akan menyedot banyak perhatian adalah akan mulai aktifnya programd pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean atau yang disebut MEA.

Seperti yang kita ketahui bersama, dengung penerapan MEA sudah cukup lama disampaikan oleh pemerintah. Fokus utamanya tentu para pelaku perdagangan dan industri mulai skala besar hingga mereka yang bergerak di kelas UMKM (Usaha Menengah dan Kecil Masyarakat). Bagaikan pedang bermata dua, tentu hadirnya MEA membawa dua dampak besar bagi para penggiat ekonomi yakni antara peluang dan tantangan.

Lalu bagaimana pandangan para pengusaha Indonesia melihat fenomena MEA ini? Disampaikan oleh seorang pengusaha sukses Frans S. Pekasa, pada artikel kali ini kita akan membahas sedikit tentang pandangan beliau terkait hadirnya MEA pada ranah ekonomi Indonesia. Bagi rekan-rekan baik pebinsis skala besar atau pelaku UMKM, tentu akan sangat tepat menyimak artikel kali ini.

MEA di Depan Mata, Perhatikan Fenomena Pasar Bebas di Seluruh Dunia

Dalam salah satu postingnya di media sosial Facebook belum lama ini, pengusaha sukses bidang ekportir perangkat meubel, Frans S. Pekasa menyinggung sudah semakin nyatanya efek dari perarturan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bagi perekonomian di negara kita.

Sebelum membahas lebih dalam tentang MEA, Frans mengajak kita untuk melihat ke belakang tentang awal mula dan perkembangan kesepakatan pasar besar antara negara yang ada di dunia. Menilik salah satu tonggak terbesar terbentuknya pasar bebas, 25 tahun yang lalu Amerika membentuk sebuah konsep kesepakatan pasar bebas dengan nama Canada- U.S. Free Trade Agreement. Secara sederhan konsep pasar bebas adalah dengan memperbolehkan setiap pelaku usaha dari setiap negera anggota untuk bisa dengan bebas menjual produknya di negera anggota lain, meski tentunya masih ada beberapa aturan lain yang mengikat dalam kesepakatan tersebut.

Artikel lain: Persiapkan 5 Hal Ini Untuk Sukses Bersaing di Pasar Bebas ASEAN 2015

Kesepakatan yang mulai digulirkan setelah masa perang dingin berakhir tersebut di pandangan negara Amerika sebagai gerbang dominasi ekonomi yang sangat menggiurkan kala itu. Namun optimisme Amerika nampaknya tidak dibarengi oleh kesadaran adanya kekuatan ekonomi lain, seperti contohnya China.

Dan benar saja, konsep pasar bebas tersebutpun menyebar dengan terbentuk banyak “koalisi” lain seperti EU- Canada Comprehensive Economic and Trade Agreement (CETA), Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP) antara Eropa dan Amerika, Greater Arab Free Trade Area (GAFTA) antara negara-negara timur tengah serta African Free Trade Zone (AFTZ) /Tripartite Free Trade Area yang ada di kawasan benua hitam Afrika.

Fakta inilah yang saat ini harus siap dihadapi masyarakat Indonesia dan para pelaku ekonomi nasional  bahwa tantangan akan semakin besar.

Bukan Hanya MEA, Indonesia juga Akan Masuk Pasar Bebas Lain

Tidak hanya MEA yang harus diperhatikan, namun belum lama berselang informasi tersebar bahwa Menteri Perdagangan telah berwacana agar Indonesia juga masuk ke dalam Trans- Pacific Partnership (TPP) dan EU Comprehensive Economic Partnership (IEU-CEPA) yang merupakan jembatan perdagangan dengan kawasan Eropa.

Dalam pandangan Frans Pekasa, hal tersebut bisa membawa dampak yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia yang seakan kian di paksa untuk “buka-bukaan”dengan masyarakat ekonomi global. Padahal di sisi lain banyak pengamat dan ahli yang merasa bahwa Indonesia masih cukup prematur untuk “ditandingkan” melawan ekonomi global.

Baca juga: Inilah 5 Pencapaian Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia Tahun 2015

MEA di Depan Mata, Dunia Akan Menjadi Satu

“Dunia Akan Menjadi Satu” itulah judul dari update status yang dibuat oleh Frans Pekasa. Bahwa dalam beberapa waktu ke depan, ekonomi akan didorong menjadi satu induk dengan pembatas yang semakin buram. Menurutnya bagi pelaku ekonomi lokal yang tentu tidak sedikit yang masih belum mempunyai pondasi yang kuat, kita sudah tidak bisa lagi berlindung di bawah regulasi atau batasan aturan ekonomi. Satu-satunya cara menurutnya hanyalah Menyerang dan bergerak secara Agresif dalam persaingan bisnis ini.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Frans memberikan 4 pancang utama agar tidak tergerus ombak persaingan pasar bebas, yakni melindungi merek dan hak cipta lokal, terus berinovasi menciptakan keunggulan komparatif dan mempertahankan keunikan, menciptakan keunggulan kompetitif atau daya saing serta yang terakhir melakukan banyak sertifikasi dan melakukan pendidikan kompetensi sehingga produk dan SDM kita dapat diterima di pasar global.

Jadi, sudah siapkah kita menyambut MEA?

M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

3 thoughts on “MEA di Depan Mata, Sudah Siapkah Kita?”

  1. Ini yg bikin gue takut, walaupun gue masih SMA tpi negara kita kelihatan belom siap buat MEA, gue bersyukur punya presiden baru dan gurbernur baru.. Karena mereka udah punya banyak perubahan dengan anggaran APBN semua yg ada di jakarta dirubah menjdi lebih baik semoga bisa sampe daerah pelosok juga..
    Kalo taahun lalu kemana aja itu anggaran?

    Reply
  2. mea sudah dipan mata, bukan saatnya mengeluh mari bertindak. terimakasih salam kenal.jangan lup. Angkatbeban.com

    Reply
  3. Siap atau tidak rasanya harus terjadi, bahwa persaingan bisnis bukan antar pelaku bisnis lokal saja tetapi juga dengan pengusaha negara lain. Kalau melihat karakter masyarakat kita, terjadi kontradiksi karakter. Di satu sisi masyarakat suka dengan produk impor, di sisi lain lebih suka sesuatu yang murah walau barang palsu. Ini yang akan menarik. Saat MEA terjadi, yang jelas bakal “mati” adalah pengusaha monopoli pengendali harga.

    Reply

Leave a Comment