advertise-scroll to continue

Masih Dapat Ditembus Berita Hoax, Algoritma Facebook Dituduh Bantu Kemenangan Donald Trump

donald-trump-facebook
Image dari Freedomdaily.com

Banyak pertanyaan dan spekulasi yang muncul ketika calon Presiden Amerika Donald Trump, akhirnya memenangi persaingan dan berhak menjabat sebagai orang nomor satu di Amerika dalam beberapa tahun mendatang. Salah satu kubu yang paling banyak, tentu mempertanyakan bagaimana bisa Donald Trump yang dikenal mempunyai segudang track record kurang sedap, mampu memenangkan Pilpres AS 2016.

Yang menarik adalah, justru #media sosial Facebook lah yang dipersalahkan atas kemenangan calon penantang Hillary Clinton tersebut. Kabarnya, yang menjadi penentu kemenangan Donald Trump adalah algoritma dari sistem yang dimiliki oleh Facebook.  Bagaimana bisa?

Karena algoritma Facebook, akhirnya banyak berita tidak benar atau masih bersifat simpang siur yang bertebaran di laman Facebook. Praktis, dari situ banyak pengguna yang mentah-mentah langsung menelan berita semacam ini.

Fenomena Filter Bubble

Terkait dengan pemikiran ini, ternyata pernah di bahas dalam sebuah buku yang dikarang oleh Eli Pariser berjudul “The Filter Buble: What the Internet Is Hiding From You”. Dalam buku tersebut, fenomena filter bubble sangat cocok merepresentasikan apa yang terjadi dalam kasus Pilpres AS.

Eli menulis bahwa fenomena filter bubble akan mendorong masyarakat untuk bergerak berlawanan dengan arah, caranya adalah dengan menyediakan apa yang hanya diharapkan oleh keinginan setiap pribadi.

Artikel lain: Menilik Cerita 4 Penggalangan Dana yang Pernah Viral di Media Sosial, Inilah Kisahnya

Mungkin masih terdengar cukup membingungkan. Namun bisa kita mulai dari, seperti apa algoritma facebook itu sendiri.

Pada dasarnya Facebook  sudah mempunyai sistem atau algoritma khusus yang digunakan untuk memetakan seperti apa kegemaran atau kebiasaan dari para penggunanya. Dari situlah, algoritma Facebook bisa mengatur apa saja yang akan muncul di beranda akun pribadi setiap pengguna.

Pada dasarnya, sistem canggih seperti ini akan sangat membantu terutama ketika disandingkan dengan kebutuhan ekonomis. Sebagai contoh, Facebook akan mengenali jika seorang pengguna memang terbiasa mencari produk yang berkaitan dengan dunia fashion atau kosmetik.

Dengan data yang telah diperoleh, maka secara otomatis posting yang mayoritas muncul di beranda akun #Facebook pengguna tersebut akan lebih banyak berhubungan dengan dunia fashion dan kosmetik. Umumnya, adalah tawaran produk atau bisa juga dengan berita terkini.

Nah disinilah celahnya, ketika kita sudah menyukai atau sering membaca tema tertentu, maka secara tidak langsung algoritma Facebook juga akan merekam hal tersebut sebagai tema pokok yang harus ditampilkan di beranda akun pribadi kita.

Sebagai contoh, ada seorang pengguna yang mempunyai ketertarikan dan dukungan terhadap tokoh politik tertentu. Dari situ dia sering membaca berita yang bersifat positif tentang tokoh politik yang dimaksud.

Lama-kelamaan, algoritma akan memetakan bahwa konten terbaik yang harus ditampilkan di beranda hanyalah konten yang pro dengan profil politikus tadi. Terlepas dari, seperti apa kebenaran atau validitas data, Facebook tetap akan menampilkan semua berita seperti ini.

Sebaliknya, untuk berita yang membahas tokoh politik lain atau mungkin mengandung unsur kontra serta bernada negatif dari tokoh politik idola, maka akan disingkirkan oleh algoritma Facebook.

Inilah penjelasan dari fenomena Filter Bubble, dimana ada filter atau penyaring dari apa yang bisa dikonsumsi oleh pengguna via platform online. Bahkan dalam taraf yang lebih tinggi, fenomena ini bisa membentuk sitgma yang kuat pada diri seseorang dan cenderung menolak pemikiran yang berseberangan tanpa memahami terlebih dahulu fakta sebenarnya.

Upaya Untuk Mengatasi Filter Bubble

Jika diulas kembali, sebenarnya sumber berita yang menyajikan fakta dan pembahasan berimbang, juga tidak kalah banyak di media online. Namun permasalahannya adalah, mayoritas dari masyarakat sudah begitu loyal dengan sistem yang dibuat oleh Facebook.

Jadi sebenarnya, untuk bisa lepas dari hal semacam ini, bukan berarti kita tidak boleh mengakses akun media sosial. Namun, kita juga harus berimbang dalam mengkonsumsi berita.

Baca juga: Pemerintah Malaysia Sebut Ada Santet Via Media Sosial, Benarkah?

Ketika kita mendapatkan sebuah berita atau informasi tertentu, kita harus mengecek terlebih dahulu akurasi dari data yang disajikan. Caranya bisa dengan melakukan Googling dan mengecek beberapa situs lain yang membahas berita sejenis. Di situ kita bisa bandingkan, manakah data mayoritas yang bisa dijadikan acuan kebenaran.

Pun, ketika kita sudah melakukan hal tersebut, belumlah menjamin 100% bahwa informasi yang kita konsumsi merupakan informasi yang benar. Oleh karena itu, filter terakhir dan yang terbaik adalah pemahaman dan kesadaran kita sendiri ketika mendapat informasi secara online.

M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

1 thought on “Masih Dapat Ditembus Berita Hoax, Algoritma Facebook Dituduh Bantu Kemenangan Donald Trump”

Leave a Comment