advertise-scroll to continue

Black Friday, Budaya Belanja Unik yang Berkembang di Amerika

Black-Friday-Budaya-Belanja-Unik

Dalam bebeberapa hari ke depan akan terjadi kerusuhan besar di kawasan Amerika Serikat. Ribuan bahkan puluhan ribu orang akan tumpah ruah di beberapa pusat keramaian. Yang menjadi sasaran masa tersebut adalah pusat-pusat perbelanjaan baik yang berskala besar hingga usaha ritel. Namun apakah yang sebenarnya terjadi?

Tenang, jangan panik jangan bingung. Memang akan ada gerakan besar-besaran di Amerika Serikat dalam beberapa hari mendatang. Namun kerusuhan yang Maxmanroe maksud bukan huru-hara dalam hal negatif kog, hehehe. Melainkan sebuah event besar tahunan tiap bulan Desember, yang menjadi budaya belanja akbar bahkan telah “mewabah” hingga ke seluruh dunia. Yakni event “Black Friday”.

Mungkin rekan-rekan utamanya yang berkecimpung di dunia internet pernah mendengar  istilah tersebut. Dan umumnya, istilah Black Friday sering di identikan dengan diskon, harga murah hingga keuntungan lain dalam berbelanja. Tapi apakah Anda tahu pengertian sebenarnya dari Black Friday? Nah untuk rekan-rekan yang belum tahu atau sekedar sebagai informasi tambahan, berikut Maxmanroe rangkumkan sejarah serta penjelasan dari fenomena Black Friday.

Artikel terkait: Lazada Kembali Menggelar Hari Belanja Online Nasional, Diskon Hingga 90%

Sejarah Munculnya Istilah Black Friday

Kembali ke era 60-an, istilah Black Friday pertama kali muncul ke publik yakni tepatnya pada tahun 1966 di Philadelphia, Amerika Serikat. Kala itu perekonomian di kawasan Philadelphia secara umum tidak begitu tinggi. Namun tanpa disangka-sangka di bulan Desember, persisnya selepas perayaan Thanksgiving, begitu banyak warga Philadelphia yang berbondong-bondong ke berbagai pusat perbelanjaan untuk membeli berbagai keperluan natal dan tahun baru.

Moment yang terjadi di hari Jumat di minggu keempat bulan Desember tersebut akhirnya menimbulkan fenomena tersendiri. Dimana pada hari itu, jalan-jalan besar di Philadelphia begitu penuh sesak oleh orang yang ingin berbelanja serta kendaraan pengantar yang lalu lalang. Pintu masuk pertokoan yang tak pernah tertutup, lift yang terus disesaki pelanggan, hingga kemancetan lalu lintas parah menjadi bukti fenomena belanja ini bukan fenomena biasa.

Dan dimulai dari pihak kepolisian setempat yang memberi julukan Jumat Hitam atau “Black Friday”, akhirnya istilah tersebut mulai menyebar ke berbagai kalangan. Termasuk media berita yang langsung menjadikan fenomena belanja tersebut sebagai tajuk utama. Berita “Black Friday” pun dengan cepat menyebar hingga ke seluruh Amerika Serikat. Yang menarik sebenarnya istilah “Black Friday” sebenarnya pernah diusulkan untuk diganti menjadi “Big Friday” oleh salah satu pejabat setempat.

Namun karena image nya telah melekat begitu erat, jadi perayaan belanja selepas hari Thanksgiving itu pun tetap disebut dengan nama Black Friday. Dan mulai tahun 2000, event tersebut dijadikan penanda dimulainya Musim Belanja Natal di beberapa negara di dunia.

Pesta Diskon di Akhir Tahun

Yang menjadikan event Black Friday begitu istimewa adalah banyaknya potongan harga, diskon atau keuntungan lain yang hanya diberikan selama Jumat tersebut dan beberapa hari setelah itu saja. Hal tersebut tentunya merupakan strategi penjual untuk menarik semakin banyak pengunjung. Berbagai macam cara pun ditempuh mulai memberikan diskon gila-gilaan serta keuntungan lainnya. Beberapa keuntungan yang ditawarkanpun sangat beragam seperti diantaranya, beli 1 gratis satu, beli 1 yang kedua dan seterusnya diskon beberapa persen, serta kemudahan pembayaran baik tunai maunpun kredit.

Fakta menarik lain dari pesta diskon tahunan ini adalah adanya nuansa gengsi dan persaingan selama proses belanja. Bisa dibayangkan dalam satu hari saja, puluhan ribu orang akan menyerbu sebuah super market untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Tentunya tidak sedikit yang memiliki item incaran yang sama dan mau tidak mau harus bersaing dengan pembeli lain. Jika bisa mendapatkan barang yang di inginkan tentu menjadi prestige tersendiri tentunya.

Perkembangan Fenomena Black Friday

Sejak mulai dipopulerkan tahun 1960an, event Black Friday mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.  Bahkan untuk kawasan Amerika Serikat saja, Federasi Ritel negara Paman Sam tersebut mencatat nilai penjualannnya terus meningkat tajam hingga mencapai tak kurang dari USD 61,4 Miliyar di tahun 2013 lalu.

Kini kemeriahan event Black Friday tak hanya milik warga Amerika Serikat saja. Beberapa negara lain juga mulai mengadopsi dan menerapkan perayaan yang sama. Beberapa negera yang kini rutin menyelenggarakan Black Friday diantaranya yakni Inggris, Kanada, Brazil, Meksiko, Denmark, Swedia, hingga negara benua hitam Afrika Selatan. Di setiap negera tersebut, event Black Friday juga berkembang dengan cukup unik menyesuaikan dengan kondisi serta kebiasaan negara tersebut.

Baca juga: 3 Langkah Cerdas Belanja Online Agar Lebih Puas

Lalu di Indonesia sendiri, event yang benar-benar sama dengan Black Friday memang belum ada. Salah satu yang cukup mendekati adalah event Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional yang baru saja kita lewatkan yakni  pada tanggal 12 Desember lalu. Perbedaan utamanya tentu jika Black Friday lebih berfokus pada penjualan offline lewat pusat perbelanjaan atau toko ritel, sedangkan Harbolnas lebih ke ranah online saja. Event yang mulai digalakkan tahun 2012, bertajuk 12-12-12 tersebut, hingga saat ini tetap dipertahankan dan juga mengalami tren peningkatan yang positif.

Bagaimana ya jika di Indonesia di adakan event Black Friday? :)

M Majid

Mochamad Majid adalah content writer sekaligus editor di Maxmanroe.com. Menyukai dunia digital media dan fotografi.

1 thought on “Black Friday, Budaya Belanja Unik yang Berkembang di Amerika”

Leave a Comment